Serang,SPNKomplainMedia – Pemerintah menyebutkan UMP tahun 2022 bisa naik dan kemungkinan bisa turun, Upah Minimun Regional (UMR) merupakan patokan untuk menentukan upah minimum di suatu wilayah, sebenarnya istilah UMR telah digantikan dengan istilah UMP (Upah Minimum Provinsi) dan UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota), meski demikian, di kalangan masyarakat, istilah UMR masih sering digunakan untuk menyebut upah minimum di suatu wilayah.
Bocoran UMP Tahun 2022
Dilansir Kompas TV, Pemerintah dan Dewan Pengupahan Nasional tengah menyiapkan penetapan upah minimum 2022 sesuai ketentuan pengupahan terbaru di Undang-Undang Cipta Kerja.
Regulasi yang akan menjadi acuan dalam penyusunan yang resmi akan berlaku tahun depan ini adalah Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan sebagai turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
“Karena UU Cipta Kerja dan regulasi turunannya telah ditetapkan, penetapan upah minimum tahun 2022 pun akan resmi mengikuti formula pengupahan yang baru,” ujar Wakil Ketua Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) Adi Mahfudz Wuhadji, Rabu (22/9/2021) yang lalu.
Sebelumnya, dalam pemberitaan (Kompas, 3/3/2021), sistem baru penentuan upah minimum ini sempat dikritik keras oleh kalangan pekerja karena berpotensi menimbulkan ketidakpastian dan menahan kenaikan upah minimum tahunan pekerja
Saat ini, Dewan Pengupahan di daerah-daerah mulai membuat simulasi besaran upah minimum 2022 berdasarkan PP 36/2021, sambil menunggu rilis indikator ekonomi makro terbaru dari Badan Pusat Statistik sebagai variabel penentu besaran upah minimum.
Beberapa data terbaru yang diperlukan adalah angka inflasi September 2021 dan tingkat pertumbuhan ekonomi triwulan III-2021.
Adapun variabel lainnya yaitu, rata-rata konsumsi per kapita, rata-rata jumlah anggota rumah tangga (ART), dan rata-rata jumlah ART yang bekerja di setiap rumah tangga, akan diambil dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2021.
Usulan dari Depenas rencananya akan diserahkan ke Kementerian Ketenagakerjaan pada 15 Oktober 2021.
“Kita sama-sama tahu sekarang (formula) penghitungan upah minimum sudah sangat berbeda dari tahun sebelumnya. Beberapa wilayah mulai membuat ancang-ancang, bisa ada yang naik, bisa juga ada yang turun,” kata Adi, perwakilan unsur pengusaha di Depenas.
Perhitungan upah
Sebagai informasi, jika sebelumnya besaran upah minimum didapat dari angka pertumbuhan ekonomi ditambah inflasi, ke depan penentuan upah minimum hanya mengacu ke salah satu indikator yang nilainya paling tinggi.
Nilai upah minimum sendiri didapat dengan membandingkan salah satu angka inflasi atau pertumbuhan ekonomi dengan rentang nilai antara batas atas (tertinggi) upah minimum dan batas bawah (terendah) upah minimum.
Batas atas upah minimum dihitung dengan mengacu pada nilai rata-rata konsumsi per kapita, rata-rata jumlah ART, dan rata-rata jumlah ART yang bekerja di setiap rumah tangga.
Sementara, batas bawah upah minimum adalah 50 persen dari batas atas. Sebelumnya, variabel batas atas dan batas bawah ini tidak berlaku dalam penghitungan upah minimum pekerja.
UU Cipta Kerja juga sudah tidak lagi mempertimbangkan analisa kebutuhan riil buruh lewat komponen kebutuhan hidup layak (KHL), melainkan indikator ekonomi makro seperti paritas daya beli (purchasing power parity), tingkat penyerapan tenaga kerja, dan median upah.
“Depenas sama sekali tidak punya kapasitas untuk mengubah formulasi (penetapan upah minimum) lagi. Tinggal jiplak saja dari PP Nomor 36 Tahun 2021,” kata Adi.(SKM)
Sumber Tribunnews