Inspirasi Buruh Perempuan SPN ,By SPN Menulis DPC SPN Kab.Serang |
SPNKomplainMedia – Sedari kecil, anizah benar-benar di manjakan oleh keluarganya. Kehidupannya tidak berlebihan. Namun, berkecukupan. Anizah merupakan putri ke-3 dari 3 bersaudara. Dan kedua saudaranya adalah laki-laki semua. Bisa di bayangkan betapa di manjakan nya anizah oleh kedua orangtuanya sekalipun sudah beranjak remaja hingga saat ini. Ibu nya kebetulan seorang Guru tingkat SLTA. dan Ayahnya terampil menyulap tanah liat menjadi berbagai bentuk hiasan rumah tangga. Meskipun begitu, Anizah tumbuh menjadi wanita yang selalu ingin mandiri.
Ini hari bebas anizah setelah pelaksanaan UN di tingkat SLTAnya. Masih pagi, kedua kakak laki2nya sudah di sibukkan aktifitas nya masing2. Mereka semua tidak akan ada yang bertahan lama di rumah. Mereka mengejar karirnya masing2. Kakak pertamanya, melangkah di fakultas hukum guna meraih profesi sebagai pengacara. Kakak keduanya terbang ke berbagai daerah dengan berbagai macam jenis lensa, guna menggapai angan-angan menjadi potografernya. Sungguh, tidak ada setitik angan di benak anizah kala itu. Baginya, tidak ada karir bagi seorang wanita.
“Apakah wanita akan hebat dengan karirnya?” Gumamnya. Dahulu sekali, anizah ingin mengikuti jejak ibu nya. Iya, ia sangat mengagumi perangai seorang guru dalam diri seorang ibu. Sekalipun jika ibu nya bukan seorang guru, baginya tetap adalah guru yang utama dalam hidupnya. Tidak ada lagi yang di fikirkannya selain guru dan ibu.
Pukul 10:00 anizah pergi ke sekolah untuk mengembalikan buku yang di pinjamnya di perpustakaan. Ia baru saja selesai membaca buku yang memotivasi diri mengembangkan cita-cita.
“Hei Niz, masih inget sekolahan. Hehe” Raina sahabatnya. Menyinggung Anizah yang jarang setor muka ke sekolah di hari bebas.
“Tadi sempet nyasar. Untung ada ibu peri yang ngasih tau jalan. PUAS!!!” Anizah menambahkannya dengan berlebihan. Dan itu sudah biasa ia lakukan pada sahabatnya yang satu ini.
Mereka tertawa bersama dan memilih duduk di dalam aula. Sembari menyaksikan adik-adik kelas yang tengah latihan untuk pementasan acara pelepasan dan kenaikan kelas di setiap tahun. Membahas langkah yang akan di pilih masing-masing setelah lulus nanti.
“Niz, kita barengan aja ya nanti masuk kampusnya. Kamu mau kemana?” Tanya Raina
“Aku mau nunggu di lamar ajah lah!” Anizah tertawa puas dengan jawabannya
“Ih. Mulai deh ngaur ngomongnya?” Raina menampakkan wajah kesalnya
“Lhoh! Kamu juga bakalan mau kan kalo ada seseorang yang cocok denganmu terus tiba-tiba dateng lamar kamu. Ayo! Bilang apa?” Anizah semakin meninggikan nada bicaranya
“Iya juga siii. Aku ngalah sama kamu. Tapi aku punya pemahaman yang bakal ngalahin kamu.” Raina tersenyum penuh keyakinan
“Coba aja. Emangnya gimana?” Anizah penasaran juga
“Kalo kamu nikah muda emang udah siap? Lahir dan Bathin? Jangan anggap enteng rumah tangga niz. Mau kamu kasih bekal apa anak mu nanti kalo kamu gak punya pengalaman apa-apa? Hayo!” Raina mencibir penuh kepuasan
“Ummmm…. iya juga bener kata kamu na.” Anizah mulai berfikir keras
“Fikirkan baik-baik langkah yang akan kamu jalani. Yang sekiranya itu adalah bidangmu dan kamu mampu memanfaatkannya.” Sekali lagi Raina tersenyum penuh kemenangan
“Iya. Barusan aku mulai mikirin. Hehe” Anizah mulai memasang wajah pemikirnya
“Ah udah! Dari pada kepanjangan mikir. Kita masuk kampus barengan ajah. Gimana? Hehe” Raina menyenggol bahu sahabatnya itu dengan tawaran yang meyakinkan
“Enggak!” Anizah tersenyum dengan penegasan nyata
“Kenapa?” Wajah Raina di penuhi tanda tanya
“Aku punya pemahaman yang panjang dari pemahamanmu” Anizah tersenyum dengan sekali hembusan nafas panjang dan Raina masih diam menunggu anizah melanjutkan.
“Kita harus pergi dari zona nyaman ini. Melangkah di jalan yang baru. Menyambut lingkungan baru. Bertemu kawan-kawan baru. Dan pengalaman baru yang kita tuju.” Anizah menatap nanar ke depan dengan senyuman singkatnya.
“Sejujurnya aku tidak setuju. Kita bisa berjuang bersama. Tapi aku juga pernah di sarankan oleh sepupuku yang di luar pulau. Katanya kalau ingin menemukan jati diri, kita harus melangkah dari zona nyaman kita.” Raina tersenyum dengan memeluk sahabatnya
“Keputusannya adalah kita tidak akan satu kampus bareng yah!” Anizah tertawa ringan mencairkan suasana yang sedikit mendung di hati keduanya
“Iya terpaksa.dan harus di coba. Kamu mau ke kampus mana?” Tanya Raina manja
“Belum tahu. Sepertinya pending. Mau cari jodoh dulu. Haha!” Anizah tertawa lagi dengan jawabannya
“Hiiih balik lagi ke gang jodoh mulu dah” Raina kembali menampakkan wajah cerianya
“Siapa tahu Allah mengijabahi. Atuh gak masalah kan? Hehe” Anizah nyengir lagi
“Ah serius ah!” Raina mulai malas menanggapi
“Aku tuh pengennya cari kerja dulu. Sekiranya aku mampu membiayai sekolahku kemudian. Baulah aku cari fakultas yang cocok dengan bakatku. Hehe” Anizah menyenggol sahabatnya yang melongo mendengar pernyataannya
“Kamu yakin?” Raina tidak percaya
“Sangat yakin. Kata ibu, pengalaman bukan di dapat di ruang formal saja. Kita akan mulai terbang untuk menjelajahi komplek kehidupan. Jadilah pribadi yang penuh pemikir.” Anizah menambahkan
“Aku suka tuh kalimat terakhirmu niz. Hehe” Raina merangkul Anizah dengan penuh kasih
Mereka tersenyum penuh haru bersamaan.
Kemudian keduanya pulang dengan pemikiran masing-masing. Mereka meyakini bahwa tujuan akhir seorang wanita ialah menjadi pengajar yang baik bagi keluarganya kelak. Menjaga kehormatannya hingga akhir hayat,Semoga bermanfaat sahabat (Oeyiey_SKM)